Minggu, 24 Oktober 2021

GLOBALISASI TANTANGAN BAGI PENDIDIK

 Budi Hantara, S.Pd.

 

          Secara populer, globalisasi berarti menyebarnya segala seuatu secara cepat ke seluruh dunia. Globalisasi juga dapat dipandang  menyempitnya  dunia dan  intensifikasi  kesadaran bahwa dunia suatu keseluruhan. Definisi tersebut senada pendapat C. Sri Widayati, dkk. dalam bukunya Reformasi Pendidikan Dasar (Gresindo, Jakarta, 2002) yang menyatakan bahwa:

Globalisasi bagian perubahan ruang, gerak, dan waktu dari nilai-nilai manusia universal menuju spektrum keluarga besar masyarakat dunia (global citizen) dengan konsekuensi terjadinya benturan nilai dan kepentingan. Global citizen melahirkan global values yang merupakan paradigma masyarakat baru dunia usaha, yang suka atau tidak suka harus mulai disiapkan di Indonesia. Jika tidak disiapkan serius, Indonesia akan tertinggal dalam persaingan global yang sekaligus memunculkan peluang-peluang usaha baru akibat kemajuan teknologi dan arus informasi global.


Dengan ditandai perkembangan pesat bidang teknologi informasi di era ini, batas-batas antarnegara menjadi sangat tidak jelas lagi. Globalisasi menciptakan dunia makin terbuka dan saling ketergantungan antarnegara/antarbangsa. Akibatnya,   semua   negara   akan   terbuka   pula   terhadap pengaruh globalisasi, termasuk di dalamnya tatanan nilai yang dianut  suatu  bangsa.  Salah  satu  implikasi  pada  tata  nilai adalah globalisasi makin membuka lebar hadirnya nilai materialisme, konsumerisme, hedonisme, kekerasan dan narkob yang   dapat   merusak   moral   bangs khususnya generasi  muda.  Seiring  kemajuan  teknologi  informasi,  nilai- nilai   tersebu tak   mungkin   terbendung.   Demikian   Paul Suparno menegaskan. (Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendari, halaman 91).

Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat tak mungkin kita hindari, melainkan harus kita hadapi. Sixtus Tanje memberikan contoh ambivalensi globalisasi yang perlu disikapi para pendidik adalah:

1. Globalisasi    menghadirkan    pesona    “kecepatan”    tetapi menimbulkan “kedangkalan pemahaman pada anak didik.

2. Globalisasi    menguntungkan    bagi    yang    berpikir    dan bertindak cepattetapi celaka bagi orang yang berpikir dan bertindak lambat.

3. Globalisasi  akan  “memudahkan  membuahubungan  dan mengatasi jarak wilayah (lokalitas) tetapi “adanya ketidakpekaan pada akar dan ciri-ciri budaya lokal.

4. Globalisasi   akan   “memunculkan   potensi   menyelesaikan masalah secara cepat pada skala global” tetapi “menjadi beban keluasan lingkup pada skala penyebab masalah”.

 

 

Memanfaatkan Globalisasi

Para pendidik harus siap menghadapi tantangan globalisasi. Permasalahannya bukan bagaimana cara membendung  dampak  negatif  kemajuan  ilmu  pengetahuan dan teknologi di era globalisasi, melainkan bagaimana cara memanfaatkan globalisasi untuk memajukan berbagai aspek kehidupan bangsa. Caranya dengan menerapkan strategi pendidikan yang mampu menyiapkan anak memiliki nilai-nilai (values) yang dibutuhkan untuk bersaing di era globalisasi dan informasi.  Tidak  ada  salahnya  kita  belajar  dari  kebijakan Jepang yang sukses melahirkan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing tinggi. Jepang menggariskan tiga konsep pembaruan pendidikan (Japanese Goverment Policies in Education, 1992)

1. Pertama, menekankan sistem belajar seumur hidup.

2. Kedua,   lebih    menekankan   pentingnya   perkembangan individu berkaitan sikap mental positif, rajin, tekun, bekerja keras, konstruktif, bertanggung jawab, dan setia.

3. Ketiga, membuat struktur pendidikan yang dapat mengikuti perubahan kontemporer, seperti internalisasi dan pembangunan ke arah masyarakat yang berorientasi informasi dan teknologi.

4. Globalisasi   akan   “memunculkan   potensi   menyelesaikan masalah secara cepat pada skala global” tetapi “menjadi beban keluasan lingkup pada skala penyebab masalah”.


Memanfaatkan Globalisasi

Para pendidik harus siap menghadapi tantangan globalisasi. Permasalahannya bukan bagaimana cara membendung  dampak  negatif  kemajuan  ilmu  pengetahuan dan teknologi di era globalisasi, melainkan bagaimana cara memanfaatkan globalisasi untuk memajukan berbagai aspek kehidupan bangsa. Caranya dengan menerapkan strategi pendidikan yang mampu menyiapkan anak memiliki nilai-nilai (values) yang dibutuhkan untuk bersaing di era globalisasi dan informasi.  Tidak  ada  salahnya  kita  belajar  dari  kebijakan Jepang yang sukses melahirkan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing tinggi. Jepang menggariskan tiga konsep pembaruan pendidikan (Japanese Goverment Policies in Education, 1992)

1. Pertama, menekankan sistem belajar seumur hidup.

2. Kedua,   lebih    menekankan   pentingnya   perkembangan individu berkaitan sikap mental positif, rajin, tekun, bekerja keras, konstruktif, bertanggung jawab, dan setia

3. Ketiga, membuat struktur pendidikan yang dapat mengikutperubahan kontemporer, seperti internalisasi dan pembangunan ke arah masyarakat yang berorientasi informasi dan teknologi.


Pesatnya kemajuan informasi dan teknologi seharusnya mempercepat laju reformasi pendidikan di Indonesia. Reformasi pendidikan tingkat dasar dengan penguatan peserta didik untuk menghadapi persaingan global harus diupayakan secepatnya. Hal ini tidak bisa ditunda lagi, sebagai antisipasi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. (Reformasi Pendidikan Dasar, halaman 89). Pendidikan dasar (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) dipandang penting  karena  pada  tingkat  ini  menentukan  daya  saing  di masa depan. Hal ini sesuai pendapat Lee Iacocca, “Bila pendidikan berhasil, orang juga akan berhasil.”

Lee Iacocca  menyatakan keprihatinannya tentang daya saing Amerika di pasar dunia tahun 2000. Iacocca menyatakan, “Kalau seorang anak Amerika tidak berhasil bersaing dengan anak Jepang atau Jerman waktu dia berusia 12 tahun, hampir pasti dia tidak akan mampu bersaing dengan mereka di pasar dunia ketika berumur 30 tahun.

Iacocca  mengatakan  bahwa  keterampilan  dasar  yaknbaca-tulis–hitung plus keakraban dengan komputer, perlu sekali. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama mendapat tugas paling penting dalam seluruh jenjang pendidikan. Maka pada usia inilah seharusnya ditumbuhkembangkan sikap dan jiwa aktif, kritis, kreatif, dan kemandirian.

Perkembangan     teknologi     informasi     menyediakan sumber informasi (sumber belajar) bagi siswa. Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya tempat belajar. Maka pendidikan dsekolah harus diselaraskan dengan berupaya sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat menjadi dasar bagi siswa untuk mengembangkan diri di luar sekolah. Pendidikan di sekolah harus berorientasi pada peningkatan kemampuan siswa untuk dapat menentukan diri yang mampu membuat banyak pilihan serta keputusan terbaik, selaras pengembangannya sebagai manusia unggul. Sukses tidaknya menjawab tantangan globalisasi, terkait sistem pendidikan dan kreativitas para pendidik. Pendidik yang kreatif akan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi bagi kemajuan pendidikan, tetapi bagi yang  tidak  siap  akan  menganggap  sebagai beban.  Faktanya tidak sedikit pendidik, terutama golongan tua, menjadi stres ketika harus menghadapi UKG online.

Penggunaan  internet sebagai  bukti  kecanggihan teknologi dapat dimanfaatkan meningkatkan kemajuan dunia pendidikan. Untuk menghindari dampak negatif penggunaan internet, siswa harus mendapat arahan benar, baik dari guru maupun orang tua. Agar penggunaan internet berfungsi maksimal dalam pendidikan (pembelajaran), Paul Suparno menyarankan:

1. Informasi yang tersedia dapat dipilih dan digunakan guruntuk memperoleh pengetahuan sesuai bidang yang dipelajari serta memperoleh metode pembelajaran lebih maju.

2. Baik  guru  maupun  siswa  dapat  memanfaatkan  internesebagai media komunikasi antarsiswa maupun guru dalam berbagai   kelompok   diskusi   yang   bernuans akademik bersama komunitas berbasis internet di seluruh dunia.

        Kita harus optimis menghadapi segala dampak kemajuan  teknologiera globalisasi. 

Pola pikir tradisional yang cenderung   melihat   sisi   negatif   harus   diarahkan   bahwa teknologi untukesejahteraan umat manusia. Paul Suparno dalam bukunya Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi, (Kanisius, Yogyakarta, 2001) menjelaskan bahwa:

Kemajuan    teknologi    yang    benar    dapat    membuamanusia makin maju dan menjadi manusia bernilai. Dalam kenyataan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sering membawa dampak negatif. Maka pembelajaran di sekolah harus dapat menjadikan siswa sadar dan kritis akan dampak negatif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tidak terjerumus. Ilmu  pengetahuan dan teknologi dikembangkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan. Dalam  konteks demikian, maka pembelajaran harus memberikan peluang cukup bagi para siswa mengaplikasikan bentuk pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pandangan   lama   yan mengagungkan   IQ   sebagai jaminan kesuksesan masa depan ternyata tak berlaku lagi di zaman sekarang. Ternyata IQ yang selama ini diagungkan sebagai jaminan sukses masa depan, tidak cukumengantisipasi masa depan yang kompleks. Di masa depan, informasi terbuka bagi setiap orang, keunggulan daya sainakan sangat ditentukan kecerdasan mendapatkan informasi secepat  mungkin,  menganalisis  dan  memanfaatkannya sebelum pesaing mereka. (Reformasi Pendidikan Dasar, halaman 90). Dengan  demikian dunia pendidikan di Indonesia harus mampu menyiapkan peserta didik menjadi sumber daya manusia berkualitas yang tidak hanya menguasai aspek intelektual, tetapi juga harus disertai aspek keterampilan dan kepribadian unggul, yang akan menjadi dasar sukses masa depan mereka. Semoga sumber daya manusia Indonesia memiliki daya saing unggul di masa depan.

 

 Catatan:

Artikel ini dimuat Majalah Media No.07/Th.XLIII/Sept. 2013










Tidak ada komentar:

Posting Komentar