Senin, 01 Juni 2020

MENULIS CERITA UNTUK MEMOTIVASI SISWA

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” (Pramoedya Ananta Toer, House of Glass)

            Kutipan di atas menginspirasi banyak orang untuk menjadi penulis. Setiap orang bisa menjadi penulis. Tak ada batasan bahwa penulis harus pandai atau harus orang baik. Bila didasarkan pada syarat tersebut pasti sangatlah sedikit orang yang bisa menjadi penulis. Termasuk saya pasti sudah tak memenuhi syarat. Penulis itu orang yang merdeka. Jiwanya tak bisa dikungkung. Selalu penuh ide dan kepuasan batinnya tak bisa diukur dengan materi. Soal mendapat honor atau mendapat gelar sebagai pengarang atau sastrawan, anggap saja itu bonus.

           

Menulis Membuat Hati Gembira

Bagi saya menulis itu bisa membuat hati gembira karena bisa berbagi banyak hal. Saya sangat bahagia bila tulisan saya dibaca oleh banyak orang dan bisa menjadi inspirasi. Melaluii tulisan, saya bisa menyebarluaskan virus kebaikan dan memberikan sugesti positip kepada pembaca. (Karena saya sebagai guru terutama memberikan motivasi dan sugesti positip kepada para siswa). Ide-ide kreatif yang ada di benak saya bisa lebih bermanfaat bila disampaikan kepada banyak orang tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Bisa di mana saja dan kapan saja. Hanya tulisan yang bisa melampaui batas ruang dan waktu. Bila hanya melalui bahasa lisan, ruang dan waktu yang kita jangkau sangatlah terbatas. Tetapi bila dituangkan menjadi tulisan pengaruhnya akan jauh lebih luas. Sampai kita matipun ide-ide kreatif dan virus kebaikan yang kita sampaikan akan tetap hidup.

            Guru memiliki ruang yang sangat strategis untuk menyebarkan virus kebaikan dan ide-ide kreatif. Para siswa bukan hanya sebagai obyek namun juga berperan sebagai corong yang luar biasa untuk menyebarluaskan kabar gembira dan kebaikan bagi sesama. Saya selalu bahagia bila melihat para siswa. Bagi saya mereka adalah para juara. Di wajah mereka saya membayangkan masa depan Indonesia lima belas tahun lagi menjadi seperti apa. Saya mengajak siswa kelas 7 untuk membayangkan dan  menghitung lima belas tahun lagi mereka akan menjadi seperti apa. Logikanya bila sekarang kelas 7 maka tiga tahun lagi akan masuk SMA/SMK. Tiga tahun berikutnya masuk perguruan tinggi dan bila lancar empat tahun meraih gelar sarjana. Sepuluh tahun untuk belajar dan 5 tahun untuk berjuang meraih pekerjaan dan penghidupan yang layak. Waktu lima belas tahun itu bisa menjadi salah satu indikator untuk melihat keberhasilan siswa kelas 7 yang saya bimbing saat ini. Tentu saja ini ukuran menurut kaca mata saya. Boleh percaya boleh tertawa.

            Mengajar kelas 7 itu sangat menyenangkan. Walaupun sangat kekanak-kanakan, mereka justru lebih menantang. Menurut saya di kelas 7 inilah saat yang lebih tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian dan pembentukan karakter. Pada umumnya para siswa kelas 7 yang saya bimbing suka mendengarkan cerita. Saya memanfaatkan hal itu untuk memasukkan nilai-nilaii moral, hakekat hidup dan Ketuhanan sesuai iman dan kepercayaan mereka. Dari tahun ke tahun saya semakin mengenal karakter siswa. Pada umumnya mereka suka mendengarkan cerita dan malas membaca. Saya berpikir bagaimana caranya menumbuhkan minat baca di kalangan mereka. Saya ajak mereka keluar kelas dan melihat pohon asam yang rindang menghijau dihalaman SMP Negeri 1 Ngawi. Mereka saya ajak mengamati dan berimajinasi tentang pohon asam itu. Selanjutnya mereka saya beri tugas untuk menuliskan apa saja menurut gaya dan kemampuannya. Sekitar 30 menit belum ada satupun yang menunjukkan hasilnya. Ada yang hanya menuliskan beberapa kalimat, bahkan ada yang tidak menuliskan apa-apa. Saat itu saya mencoba membaur bersama mereka dan berusaha menjadi mereka. Saya juga menulis bersama mereka. Sekitar 10 menit kemudian saya tawarkan kepada mereka untuk membacakan tulisan saya. Mereka berebut untuk membaca. Saat itu muncul ide di benak saya. “Bila ingin mendorong mereka rajin membaca dan menulis, maka saya harus memberi contoh dalam tindakan nyata.”

           

Pengalaman Berharga

Selain menulis untuk bahan pengajaran dengan gaya yang santai sesuai karakter siswa yang saya bimbing, sesekali saya menulis di majalah. Diantaranya di Media Pendidikan Jatim. Saya tunjukkan tulisan yang dimuat di majalah tersebut dan mereka sangat antusias. Saya menulis sejak masih kuliah (1987). Dari menulis saya bisa mendapatkan honor yang  bisa untuk menopang biaya kuliah. Saya sudah menulis beberapa buku (Novel,  Kumpulan Cerpen dan Antologi Puisi). Diantara sekian banyak siswa yang saya bimbing ternyata ada satu yang sangat tertarik dengan apa yang saya lakukan.  Sugesti positip yang saya tanamkan membuatnya sangat mencintai pelajaran IPS. Orang tuanya sangat heran melihat perubahan anaknya. Suatu hari orang tuanya (ayahnya seorang wira usaha dan ibunya seorang guru) menyampaikan terima kasih kepada saya karena perubahan besar yang terjadi pada anaknya. Kata mereka (ayah dan ibu siswa saya yang berinisial BA, maaf saya sengaja tak menyebutkan nama terang) anaknya sering menceritakan kekagumannya kepada saya. Saya hanya tertawa dan mengatakan kepada mereka bahwa anaknya memang pandai. Saya katakan bahwa guru itu tidak bisa membuat siswanya pandai. Pandai itu bawaan lahir. Saya hanya membantu mengembangkan potensi yang dimiliki. Walaupun siswa ini hanya saya bimbing satu semester tetapi diam-diam selalu terjalin komunikasi dengan saya tanpa sepengetahuan guru yang mengajarnya. Dia senang bertanya tentang banyak hal. Ternyata dia sering menceritakan banyak hal tentang kekagumannya kepada saya. Hal itu kuketahui dari cerita orang tuanya.

            Ketika siswa ini menjadi juara OSN IPS tingkat Kabupaten Ngawi, orang tuanya tampak gembira dan bangga. Mereka menemui saya dan menyampaikan ungkapan terima kasihnya. Namun saya katakan bahwa yang membimbing anaknya sehingga menjadi juara bukan hanya saya melainkan semua Bapak Ibu guru IPS. Saya hanya memotivasi saja. Saya menyampaikan permohonan kepada orang tua siswa tersebut supaya bersikap wajar saja. Saya tidak ingin menimbulkan kecemburuan diantara guru maupun siswa. Mereka sangat memahami alasan saya.

            Pada tahun ini (2020) siswa saya yang hebat itu sudah lulus SMA 2 Madiun dan diterima di Universitas Airlangga. Sampai saat ini komunikasi saya dan orang tuanya terjalin dengan baik. Beliau sering berbagi informasi tentang prestasi yang  dicapai  putranya.  Beliau sangat bahagia mengetahui bahwa prestasi putranya bagus. Saya pun merasa bangga dan tak lupa mengucapkan selamat kepada beliau dan tentu saja juga kepada siswa saya yang hebat itu. Di luar dugaan, saya mendapat sebuah kejutan. Saya diberi hadiah sepotong batik khas Magetan sebagai tanda cinta. Saya terima hadiah itu dengan suka cita dan penuh syukur. Kupeluk siswa hebatku dan kubisikkan pesan, “Raihlah bintang yang lebih tinggi dan tetaplah rendah hati...”

     Setiap pengalaman itu istimewa. Apalagi bila kita bisa menuliskan  dan mendokumentasikannya dengan baik. Saat ini pengalaman itu mungkin biasa saja, namun sepuluh tahun lagi atau lima belas tahun lagi mungkin akan menjadi kenangan yang indah. Karya yang kita hadirkan dalam bentuk tulisan akan menjadi kenangan abadi. Walaupun kita mati karya kita akan tetap dikenang. Maka teruslah menulis sebelum nama kita ditulis di batu nisan.

Mari kita sukseskan gerakan literasi.

 

 

Ngawi, 2 Juni 2020.

3 komentar: