Pentigraf(Cerpen tiga paragraf) merupakan karya sastra yang semakin populer di kalangan para penulis sastra saat ini. Salah satu tokohnya adalah Tengsoe Tjahjono sastrawan yang sudah sangat terkenal. Pentigraf sangat mudah dipelajari dan menarik karena karya sastra ini bisa menjadi embrio lahirnhya karya sastra seperti Cerpen dan Novel.
Berikut ini teori menulis Pentigraf:
1. Fokus pada persoalan yang dihadapi seorang tokoh atau tema yang diangkat.
Elemen narasi yang berupa tokoh, alur dan latar dihadirkan secara bersama-sama dalam satu jalinan yang utuh.
2. Kurangi dialog. Ubah dialog ke dalam teks deskripsi atau narasi.
3. Usahakan ada kejutan pada paragraf ke-3, hal yang tak terduga, yang bisa meimbulkan suspense atau kejutan.
4. Panjang paragraf hendaknya dalam ukuran wajar.
Minimal satu kalimat, namun jangan lebih dari sepuluh kalimat.
Proses Menulis Pentigraf
Sebuah karya sastra selalu bermula dari bahan. Bahan penulisan karya sastra adalah pengalaman sehari-hari, realitas faktual, atau realitas obyektif, realitas yang dialami atau diindra oleh seorang penulis.
Misalnya pada suatu ketika Anda menyaksikan kehidupan seorang nenek tua. Dia hidup sebatang kara di sebuah gubug reot di pinggir sungai. Pekerjaan nenek itu sebagai pemulung. Dari cerita itu misalnya Anda menulis pentigraf sbb:
NENEK SEBATANG KARA
Oleh: Nama Penulis (sebelum memahami teori)
Di pinggir sungai yang airnya mengalir deras berdirilah sebuah gubug reot yang sangat memprihatinkan. Atapnya terbuat dari seng, terlihat bocor di sana-sini. Andaikan sungai itu meluap gubug itu pasti ikut hanyut diseret air.
Siapa penghuni gubug itu? Dia adalah seorang nenek tua yang tinggal sebatang kara. Orang-orang tak mengenali nenek itu. Mereka juga tidak tahu siapa keluarganya. Mungkin saja dia tidak mempunyai suami, apalagi anak.
Tiap hari nenek tua itu bekerjaa memungut barang-barang bekas di bukit saampah yang terletak tidak jauh dari gubugnya. Sungguh menyedihkan kehidupan nenek malang itu.
Bandingkan sekarang realitas obyek dengan teks pentigraf Anda di atas. Tidak berbeda, bukan? Anda hanya memindahkan realitas faktual tentang kehidupan nenek tua ke dalam pentigraf. Anda belum mengolahnya menjadi sebuah realitas baru, realitas imajinatif. Anda baru sebatas melaporkan peristiwa atau keadaan, Anda belum benar-benar menciptakan suatu dunia baru dalam pentigraf Anda. Dengan bahan realitas faktual yang sama Anda bisa menulis pentigraf seperti contoh berikut ini.
TIGA HARI
Oleh: Nama Penulis (setelah memahami teori)
“Aku masih kuat bekerja,” kata nenek tua itu ketika Yeny, petugas Dinas sosial, yang berusaha membujuknya untuk pindah ke tempat penampungan yang lebih layak. Kedua perempuan iu sama-sama memandang gubug di bantaran sungai tersebut, tentu dengan pikiran yang saling berbeda. Hujan turun sudah tiga hari ini. Air sungai pun sudah mencapai bibir. Gubug beratag seng yang bolong di sana-sini tak mampu bertahan dari gempuran air. Matras bekas, yang tak lagi berbentuk, basah. Bahkan, lantai tanah itu becek oleh genangan.
“Hujan makin deras, Ibu. Ibu ikut kami saja,” bujuk Yeny sambil mengusap wajahnya yang basah oleh lelehan hujan. Nenek tua itu bersikukuh. Dia malah meringkuk di matras yang basah. Dalam batinnya terbentang kalimat: “Ini rumahku. Tak akan aku tinggalkan, apapun yang terjadi.” Yeny melirik petugas Dinas Sosial lainnya. Ada empat leki-laki bersamanya. Keempat laki-laki itu merangsek ke dalam, berusaha mebopong sang nenek. Nenek itu meronta. Setua itu tubuhnya terlihat perkasa. Tak mudah membetotnya dari matras lapuk yang sudah tak berbentuk itu.
Hujan turun sangat lebat. Suara gemuruh terdengar dari hulu. Dalam hitungan detik air sungai itu meluap, coklat dan keras menerjang. Yeny terkejut. Empat laki-laki itu berusaha memegang dan menyeret nenek tua itu sekuat tenaga, melawan terjangan air. Nenek itu lengket dengan matrasnya. Tak mudah. Pegangan itu pun terlepas. Hanya dalam satu tarikan napas gubug itu tersapu banjir. Berantakan jadi serpihan papan dan seng. Sebuah matras tua tampak timbul tenggelam. Entah, nenektua itu di mana. Yeny dan empat kawannya melongo di atas mobil Dinas Sosial. Dia menangis, “Aku telah gagal haari ini.” Hujan tidak makin reda.
BANDINGKAN dua contoh Pentigraf di atas. Sangat berbeda, bukan? Pentigraf berjudul “Hujan Tiga Hari” telah berubah mejadi realitas baru, sebuah realitas imajinatif. Penulis telah sunguh-sungguh Membangun, Membentuk, Mencipta, Mengangkat pengalaman sehari-hari atau realitas obyektif menjadi sebuah dunia baru yang memiliki Nilai Lebih dibandingkan dengan pengalaman yang telah diamatinya.
Sekarang silakan Anda menulis Pentigraf. Salam Literasi.
Ngawi, 13 Juni 2020
Penulis: Budi Hantara
Trimakasih pak Budi .
BalasHapusSama-sama. Semoga bermanfaat.
BalasHapusTerima kasih, sudah dapat copynya
BalasHapusSemoga bermanfaat.
BalasHapusSalam lirerasi